Inapos.com, Jakarta – Dalam kurun waktu terakhir ini Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kembali menyuarakan potensi bencana alam berupa gempa berkekuatan besar (Megathrust) akan terjadi di Indonesia. Kejadian gempa besar tersebut ramai dibicarakan masyarakat.
Menyikapi hal tersebut, Anggota Dewan Pakar DPP Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS) berharap pemerintah pusat dan daerah dapat segera menindaklanjuti peringatan BMKG dengan lebih bijak dan aktif dalam melakukan mitigasi bencana terkait potensi terjadinya megathrust di wilayah selatan dan barat Indonesia.
Dirinya berharap ada perubahan mindset dari pemerintah, dari penanggulangan dan penanganan bencana menjadi antisipasi atau pencegahan dampak bencana.
“BMKG kan sudah kerap kali menyampaikan adanya potensi megathrust ini. Walaupun memang tidak bisa dipastikan kapan terjadinya, sebaiknya pemerintah daerah dan pusat melakukan langkah-langkah mitigasi bencana sebagai antisipasi atas dampak megathrust,” kata BHS, Sabtu (17/8/2024).
Diketahui bahwa kepulauan Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng dunia, yaitu indo-australia, pasifik, dan eurasia.
“Contohnya beberapa waktu lalu di Jepang, baru terjadi gempa yang dasyat di lempeng pasific, tentunya hal ini sangat mungkin bisa merambat ke Indonesia karena kita juga dilewati oleh lempeng pasific,” terangnya.
Risiko besar yang dimiliki Indonesia berkaitan posisi geografis tersebut harusnya pemerintah bisa dengan cepat merespon informasi data maupun hasil kajian yang dilakukan oleh BMKG.
“BMKG kan sudah menginformasikan, selanjutnya bagaimana? Ya pemerintah sebagai penanggung jawab, pengelola negara harus mempersiapkan semua sektor yang terkait dengan penanggulangan bencana,” tekannya.
“Sebagai contoh, Basarnas itu harus siapkan Sumber Daya Manusia (SDM) nya, juga infrastruktur kelengkapannya untuk ditempatkan di posisi kota-kota dimana rawan gempa bumi, demikian juga BNPB juga harus mempersiapkan semua personel dan peralatannya serta perbekalan di wilayah rawan gempa, misalnya Selatan Jawa, Pesisir Barat Sumatera dan Pesisir Barat Sulawesi, jangan sampai mereka tidak siap dengan alasan anggaran dikurangi Kemenkue yang tidak paham penyelematan nyawa dan bangunan publik,” paaprnya
“Mereka harus siap, harus gayung bersambut. Jangan terulang kejadian yang buruk sebagai dampak bencana. Misal di Aceh, itu kejadiannya gempa, dampaknya tsunami. Itu kan karena belum ada persiapan mitigasi bencana, akhirnya terjadi korban yang sangat besar dan rusaknya bangunan-bangunan publik,” pungkasnya.
Selanjutnya anggota Legislatif terpilih periode 2024-2029 ini menyampaikan, pemerintah harus melakukan mitigasi tanggap bencana juga melibatkan masyarakat. Baik berupa peningkatan infrastruktur, juga sosialisasi tanggap bencana, maupun simulasi-simulasi tanggap bencana, seperti halnya mendengarkan suara sirine/early warning system dan segera melakukan penyelamatan menuju tempat titik kumpul evakuasi.
“Kan ada early warning system, sebagai sistem peringatan dini dari bencana yang terjadi. Itu, harusnya dimaksimalkan. Faktanya, di kota-kota besar di Indonesia sebagian besar tidak memiliki early warning system dan titik kumpul evakuasi misalnya di Surabaya, kota saya sendiri, itu tidak ada sirene sebagai informasi adanya bencana. Seharusnya, di semua sudut kota itu ada sirene, jadi saat ada bencana, itu dibunyikan, sehingga masyarakat yang sedang tidur pun bisa terbangun. Begitu pula operator seismograph harus standby terus,” ungkapnya.
“Jangan cuma ribut gempa megathrust, tetapi juga harus ada aksi nyata untuk mengantisipasi dampaknya. Jangan hanya menakut-nakuti saja tapi sebagai titik awal untuk memulai persiapan mitigasi bencana. Mulai dari penjelasan tentang bencana itu, tanda-tanda alarm yang bisa dijadikan patokan bencana, apa yang harus dilakukan masyarakat jika sinyal bahaya itu muncul, apa yang harus dipersiapkan masyarakat untuk menghadapi bencana itu, seperti tas bekal bencana yang berisi perlengkapan dasar bertahan hidup, dan terakhir, kemana masyarakat bisa berlindung jika terjadi bencana,” ungkapnya lagi.
Masyarakat pun, lanjutnya, harus aktif dalam menyikapi potensi bencana ini. Salah satunya dengan meng-asuransikan aset-nya, baik aset diri sendiri maupun aset benda kepemilikan mereka.
“Kalau masyarakat tidak mampu, tugas pemerintah pusat maupun daerah bisa meng-asuransikan masyarakat dan harta bendanya untuk dilindungi. Karena kan yang dilindungi itu bukan hanya barang ya, tapi nyawa rakyat juga,” tandasnya. (er)