Jakarta.- Ketua Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan Indonesia (RAYA Indonesia) Hery Chariansyah, SH., MH., atas nama organisasi mengucapkan selamat bekerja kepada Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia serta seluruh jajaran Kabinet Indonesia Maju. Visi pembangunan sumber daya manusia yang disampaikan oleh Presiden Jokowi saat pengumuman menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju sangat perlu diapresiasi dan didukung.
“Untuk itu Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan Indonesia berharap Kabinet Indonesia Maju bisa bekerja serius dan focus untuk melindungi anak-anak, remaja, perempuan dan seluruh masyarakat Indonesia dari bahaya zat adiktif rokok sebagai produk olahan tembakau,” kata Hery dalam pesannya, Senin (28/10/2019).
Menurut Hery, saat ini salah satu permasalahan yang menjadi penghambat pembangunan sumber daya manusia yang ada di Indonesia adalah permasalahan bahaya zat adikitf rokok. Hal ini dapat dilihat dari prevalensi perokok anak yang terus meningkat. Data Riset Kesahatan Dasar (RISKESDAS) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa dalam 5 tahun terakhir yakni dari Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2018 prevalensi perokok anak usia 10-18 Tahun meningkat sebesar 26.4% dengan rincian pada Tahun 2013 jumlah perokok usia anak sebesar 7.2% dan pada tahun 2016 meningkat menjadi 8.8% dan pada Tahun 2018 kembali meningkat menjadi 9.1%. Angka ini jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang merencanakan penurunan pravalensi perokok anak menjadi 5,4%.
Data RISKESDAS Tahun 2018 juga menunjukkan, sambung Hery, “jumlah perokok diatas usia 15 tahun di I ndonesia sebesar 33,8 %. Dari jumlah tersebut 62,9 % merupakan perokok laki-laki dan 4,8% perokok permpuan. Pada Tahun 2016, Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok tertinggi di negara-negara ASEAN yakni sebanyak 65.19 juta orang menjadi perokok, angka ini setara dengan 34% dari total jumlah penduduk Indonesia pada Tahun 2016,” ungkap dia.
Peningkatan dan/atau tingginya jumlah perokok ini juga akan berdampak pada peningkatan penyakit akibat konsumsi rokok yang beberapa diantaranya hipertensi, stroke, diabetes, jantung, kanker. Ini dikarenakan rokok sebagai produk olahan tembakau yang bersifat adiktif berdasarkan ribuan penelitian ilmiah diseluruh dunia mengandung zat-zat berbahaya bagi tubuh dan penggunaannya dalam jangka panjang dapat menyebabkan kesakitan bahkan kematian. Situasi ini jika dibiarkan akan menjadi beban bagi pemerintah dan negara, tidak hanya beban biaya kesehatan untuk menanggulangi pengobatan dari sakit-sakit yang ditimbulkan dari bahaya penggunaan rokok tetapi juga masalah Sumber Daya Manusia yang tidak sehat dan sakit-sakitan. Dan ini dengan sendirinya akan menjadi salah satu faktor penyebab terhadap Sumber Daya Manusia yang tidak berkualitas.
“Situasi ini menunjukkan bahwa saat ini pemerintah dapat dianggap belum fokus dan/atau serius melakukan upaya kebijakan pengendalian rokok sebagai produk olahan tembakau yang bersifat adiktif,” ujar Hery.
Melihat situasi ini, Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan Indonesia berharap, Kabinet Indonesia Maju dapat memberikan prioritas dan fokus terhadap permasalahan bahaya zat adiktif rokok ini. Oleh karenanya untuk melakukan upaya Pembangunan Sumber Daya Manusia yang diharapkan dan/atau dicita-citakan oleh Presiden, maka pemerintah melalui kementerian teknis yang ada haruslah melakukan upaya pengendalian bahaya zat adiktif rokok untuk menekan serta menurunkan prevalensi perokok di Indonesia. Untuk itu Pemerintah Indonesia harus dan dapat melakukan beberapa langkah diataranya yakni pertama dengan menaikkan harga cukai rokok yang dapat mendorong tingginya harga rokok di tingkat eceran sehingga masyarakat tidak dapat mengakses rokok dengan murah dan mudah, kedua melarang iklan rokok disemua jalur komunikasi baik di media penyiaran (Televisi dan Radio) dan melarang iklan rokok diluar ruang serta didalam ruangan yang menjadi tempat publik, ketiga menaikkan ukuran peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok menjadi sekecil-kecilnya 80% dari total luas bungkus rokok dan keempat penerapan efektif kawasan tanpa rokok. Tetapi kebijakan ini haruslah dilaksanakan secara efektif oleh lintas kementerian sehingga dapat menimbulkan dampak tujuan yang diharapkan.
Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan Indonesia, sebagai lembaga masyarakat akan turut serta dalam upaya pengendalian rokok sebagai produk olahan tembakau yang bersifat adiktif diantaranya melalui kerja-kerja penelitian, kajian hukum, dan hal lainnya yang ditujukan sebagai bentuk dukungan masyarakat terhadap upaya pemerintah dalam membangun Sumber daya Manusia melalui pengendalian rokok sebagai produk olahan tembakau yang bersifat adiktif. Dan untuk ini, Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan Indonesia siap bersinergi dengan Pemerintah dan seluruh elemen masayarakat. (Elwan)