(Catatan Diskusi dan NoBar Film “Dirty Election di Jogjakarta)
Artikel ini dibuat oleh : Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes., Keynote Speaker pada acara Diskusi dan NoBar film Dirty Election
Inapos.com, Jakarta – Ruang Badan Wakaf UII (Universitas Islam Indonesia) yang terletak di Kampus Legendaris Lantai 3 Jl. Cik Ditiro No 1 Jogja, pun sontak bergemuruh menjawab siapa sosok “Inisial M” yang ditengarai menjadi aktor intelektual kejahatan Pilpres 2024, sesuai dengan topik diskusi dan nonton bareng film “Dirty Election” karya APDI (Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia) yang diselenggarakan pada hari Sabtu, 31 Agustus 2024 pukul 10.00-14.00 WIB kemarin.
Seperti sudah menjadi rahasia umum dan tidak bisa ditutup-tutupi lagi, sosok “Inisial M” inilah biang kerok selain kejahatan Pemilu 2024 juga kemunduran demokrasi secara drastis pasca reformasi 1998 terutama 10 tahun terakhir. Rasanya belum kering cucuran darah (alm) Moses Gatotkaca (Pahlawan Reformasi dari Jogja) yang gugur diseputaran Gejayan, sekitar 5 km, namun kini perjuangan pahlawan reformasi tersebut sudah seperti diingkari oleh ulah “Initial M”, terwelu!.
Belum lagi korban-korban Pahlawan Reformasi dari Jakarta yang menjadi korban Tragedi Trisakti 1998 seperti (Alm) Elang Mulia Lesmana, (Alm) Heri Hertanto, (Alm) Hafidin Royan dan (Alm) Hendriawan Sie, yang bahkan tiap hari Kamis orang tua dan kerabatnya masih terus menggelar ritual “Kamisan” di depan istana inisial “M” tersebut, tapi nyaris sudah tidak ada perhatian sama sekali. Padahal tidak mungkin tanpa keringat dan cucuran darah korban-korban pahlawan tersebut Indonesia bisa melakukan reformasi 26 tahun silam.
Oleh karenanya jika kemarin sebelum gerakan massa yang terdiri tidak hanya oleh mahasiswa tetapi juga guru besar, siswa-siswi, ibu-ibu, profesional, buruh, politisi, budayawan hingga seniman sampai komika, yang berhasil mencegat niat jahat para anggota Baleg DPR-RI melakukan rekayasa atas Putusan MK No. 60 & No. 70 (dengan mereka mau mengakali merubah UU Pemilu lagi) sebelumnya beredar luas melalui sosial media tayangan “Peringatan Darurat” Garuda Putih berlatar belakang biru yang dilengkapi dengan background peristiwa tahun 1998 tersebut adalah sebagai pengingat agar sejarah kelam Indonesia itu jangan terjadi lagi.
Sebagaimana pernah diungkap di tulisan-tulisan sebelumnya, “Manunggaling Kalih Jagat” (Menyatunya 2 Alam) diinspirasi oleh kearifan lokal “Manunggaling Kawula Gusti” (Menyatunya Rakyat dan Raja) ini yang akhirnya bisa meruntuhkan rencana jahat pat-gulipat oknum-oknum yang mau mencederai proses demokrasi Indonesia di tahun 2024 ini kemarin. Meski harus kembali mambawa genre “Analog Horror”, tetapi cara ini masih terbukti efektif di negara ini, sebab kalau tidak maka bisa dipastikan niat begal demokrasi akan sukses dan cita-cita reformasi (beserta korban-korban diatas) menjadi sia-sia belaka.
Itulah makanya APDI tidak mengenal lelah untuk terus mengedukasi dan memberi makna demokrasi dengan melakukan Roadshow Nonton Bareng dan Diskusi tentang Film “Dirty Election” yang sudah diproduksi April 2024 kemarin. Film berdurasi total lebih dari 1 jam ini telah secara utuh memotret bagaimana kecurangan, kekacauan hingga kejahatan Pemilu 2024 dari sisi teknis SiREKAP, Integritas dan Hukum. Tujuamnya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk membongkar aktor intelektual kejahatan pilpres 2024 yang berlangsung kemarin. Meski disadari tidak mungkin merubah hasil Pilpres yang sudah disahkan, namun setidaknya kita tidak boleh membiarkan praktek-praktek kotor pemilu seperti kemarin terus terjadi di Indonesia.
Diawali laporan oleh ketua panitia dan penjelasan mekanisme acara oleh Pril Huseno selaku SC & moderator, acara dibuka oleh Ir. Akhmad Syarbini (Koordinator APDI & Ketua IA-ITB Perubahan). Selanjutnya Prof. Dr. Masduki S.Ag., MSi., (Ketua Forum Cik Ditiro) menyampaikan Keynote Speech yang memaparkan secara ilmiah proses demokrasi yang terjadi secara umum didunia dan penerapannya di Indonesia setelah sebelumnya saya juga menceritakan tentang sinopsis Film Dirty Election dan sempat pula menjelaskan filosofi Tari Golek yang diperagakan saat awal acara yang menunjukkan kearifan lokal Jogjakarta, karena Tari Golek ciptaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX tersebut sebenarnya juga berarti proses pencarian jati diri seseorang.
Tampil selaku pembicara selanjutnya adalah Prof. Chudry Sitompul (Pakar Hukum UI) dan Dr. Sobirin Malian, S.H., M.Hum., (Ahli Hukum Tatanegara UAD) yang sempat menghangatkan acara dengan pembawaan materinya yang sangat berapi-api juga membakar semangat peserta diskusi dan nonton bareng ini. Dilanjutkan materi dari Kaka Suminta (SekJen KIPP), Akhyar S.T., (SekJen IA-ITB) dan Dr. Ir. Leony Lidya (Ahli IT UnPas), ditutup oleh Hairul Anas Suaidi ST (Ahli IT ITB) melalui sambungan Zoom karena posisi berada di Bandung.
Bagi yang kemarin tidak sempat mengikutinya secara langsung di lokasi maupun daring menggunakan sarana Zoom dan YouTube, tayangan secara utuh bisa diakses melalui link : www.youtube.com/live/PNTvqZRz-jo?si=HdnZvasg4EnJUqC_ agar bisa menjadi saksi bagaimana proses edukasi dan pembelajaran demokrasi ini makin tersosialisasi di masyarakat. Dari tayangan tersebut juga bisa dilihat bagaimana antusiasme peserta yang ditunjukkan oleh Ibu Khofifah, Mas Ikhsan dan Pak Muslich Muslich yang aktif meyampaikan pendapatnya dikesempatan seslsi diskusi yang diberikan.
Kesimpulannya, ruang publik untuk melakukan diskusi semacam ini harus terus dibuka di Indonesia, jangan sampai situasi negara ini kembali kepada suasana jaman rakyat dibatasi untuk bicara apalagi menyampaikan aspirasinya. Sosok “Initial M” yang disebut-sebut terus diacara kemarin sebagai aktor intelektual kejahatan Pilpres 2024 inipun harus mendapatkan ganjaran setimpal alias hukuman yang sepadan dengan apa yang sudah diperbuatnya selama satu dekade terakhir, karena dialah juga yang merusak tatanan demokratis yang sudah susah-susah dibangkitkan dengan reformasi tahun 1998 lalu dan kini menjadi seperti kembali ke titik nadir kembali. Siapakah sebenarnya inisial M itu ? Mungkin jawabannya ada pada Foto yang “digantung” oleh Mahasiswa Jogjakarta pada aksi massa beberapa hari terakhir kemarin. (*)