Oleh : Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen
Inapos.com, Jakarta – Pemirsa TV CNN (Channel News Network) Indonesia heboh besar, alias “Ambyar” (istilah ini sempat dipopulerkan oleh Seniman Almarhum Didi Kempot), setelah tayangannya di hari Kamis malam 8 Agustus 2024 kemarin menampilkan diskusi via zoom antara Presenter Ayu Rahmawati di Studio CNNI Gedung TransTV Tendean bersama Dr. Reni Chandriachsja Suwarso, Dosen FISIP UI dan Direktur IDESSS (Institute for Democracy, Security, and Strategic Studies) yg saat diwawancara tsb berlokasi di Cibubur.
Bagi yang tidak sempat nonton siarannya secara langsung melalui kanal TV UHF tempo hari, rekaman wawancara berdurasi 19-menit 16-detik ini kini dapat diakses di YouTube dengan URL : youtu.be/qX4hayJ0JyI?si=QzGDwQMUenPO6XNM dengan judul “Menghitung Hari Jelang Peringatan HUT Ke 79 RI di IKN”. Rekaman dalam resolusi 1280×960 format HD (High Definition) ini bahkan banyak juga yang menshare di berbagai WAG (WhatsApp Group) meski dalam resolusi 640×480 / 426×240 format SD (Standard Definition).
Langsung membuka dengan sindiran tajam ke IKN (Ibu Kota Negara) Nusantara soal infrastruktur, sarana-prasarana yang belum memadai serta terkesan buru-buru, doktor politik lulusan Universitas Victoria di Melbourne inipun kembali melontarkan kritik setelah sempat beberapa hari sebelumnya menyatakan bahwa apabila ada seorang pemimpin yang keputusannya direvisi terus itu artinya kurang bijak. “Mengapa kebijakan direvisi terus? Artinya ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, ada target yang tidak tercapai,” tegas yang bersangkutan kepada beberapa media di hari Minggu (04/08/2024).
Bahkan Dosen UI semenjak 1992 ini juga lantang mengatakan di masa akhir pemerintahan yang tinggal dua bulan lagi, masih ada yang terlihat sangat cawe-cawe dan memaksa DPR untuk memproses RUU-RUU yang dinilai merusak tatanan pengelolaan negara di Indonesia. “Semua aspek mau diatur olehnya, kacau dunia persilatan” ujarnya. Dia mencontohkan RUU DPA (Dewan Pertimbangan Agung) yang sudah nyata-nyata dihapus di Amandemen UU 1945-pun “dipaksa” diadakan lagi untuk menjadi kantornya setelah dia sebenarnya sudah harus pensiun alias lengser jadi pak lurah.
Secara khusus ketika dipertanyakan soal kesiapan IKN untuk tdak hanya sekedar melaksanakan upacara HUT ke-79 RI, Dr. Reni kemudian menyitir hasil kajian BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) soal Tanah IKN yang tidak akan bisa digunakan untuk jangka panjang. Hasil kajian ilmiah BRIN sudah jelas menyebut Tanah IKN secara geologi terdiri atas bebatuan tua yang terdiri atas gambut, lempung, batubara dan sebagainya. Hal ini semua membuat air tidak bisa diminum karena bersifat asam (kali ini tanpa sulfat, jangan ada yang baper).
Lucunya, sampai-sampai dosen yang sebelumnya doktor juga menyelesaikan masternya di Universitas Sidney ini menyebut kebijakan pemindahan ibu kota negara sekarang seperti “kebijakan bangun tidur seseorang” tanpa melalui kajian Ilmiah yang jelas dan ilmiah alias tanpa berbasis knowledge dan research sama sekali. Bahkan juga memprediksi presiden terpilih mendatang (Prabowo) yang dikenal akan berpikir lebih panjang lagi untuk meneruskan pembangunan IKN dengan cara terburu-buru begini, meski tanahnya sebagian dimiliki oleh Hasyim tetapi Prabowo lebih rasional dan realistis, kata Dr. Reni di tayangan CNNI tersebut.
Paling ambyar adalah ketika dia menyebut bahwa ada sosok “Megalomanian” yang artinya ada seseorang yang memiliki keyakinan berlwbihan pada dirinya bahwa ia memiliki kebesaran, keagungan, atau kekuasaan. Keyakinan tersebut tak sekadar berupa sikap sombong, tapi merupakan bagian gangguan jiwa. Sebenarnya sebelum dinyatakan oleh sosen UI ini, seorang profesor asli dari UGM yang sempat menjabat Ketua MPR-RI 1999-2004, Prof Dr. HM. Amien Rais, M.A., juga pernah menyematkan julukan “Megalomania” yang sama kepada sosok tersebut, jadi setidaknya julukan itu terkonfirmasi alias tidak mengada-ada.
Sebagai juga Magister Kesehatan (M.Kes) asli dari UGM, saya pun mengamini sebutan “megalomania” dari Dr. Reni & Prof. Amin diatas karena orang dengan gangguan jiwa ini dapat dikenali mudah karena sebenarnya “keyakinannya” itu salah atau disebut juga dengan waham, tepatnya waham kebesaran. Secara ilmiah, Megalomanian sebenarnya termasuk gejala gangguan jiwa yang mengganggu isi pikiran. Beberapa yang termasuk kategori ini adalah gangguan bipolar, gangguan saham/ delusi, skidzofrenia, dimensia dan delirium.
Dari 5 (lima) kategori diatas, maka skudzofrenia adalah yang secara ilmiah paling mendekati sosok dimaksud. Karena skizofrenia merupakan gangguan kejiwaan kronis yang menyebabkan penderitanya sulit membedakan kenyataan dengan pikirannya sendiri. Skizofrenia dapat menyebabkan beberapa gejala, seperti halusinasi, kekacauan berpikir, dan perubahan perilaku. Skizofrenia juga bisa menyebabkan waham. Ada bermacam-macam waham yang bisa muncul pada penderita skizofrenia. Salah satunya adalah Megalomania.
Kesimpulannya, Indonesia seharusnya menyambut HUT ke-79 besok dengan gegap gempita dan riang gembira dalam arti kata sesungguhnya, bukan malah harus (dipaksa) mengikuti halusinasi, waham penderita skidzofrenia yang merupakan sosok megalomanian sebagaimana disebut ciri-ciriya oleh Doktor dari UI dan Profesor Asli UGM diatas, apalagi kalau ternyata sosok yang disebut-sebut juga bukan pemegang Ijazah Asli. Pada 17 Agustus 2024 seharusnyalah menjadi titik tolak bangsa ini untuk introspeksi dan mawas diri, bukan malah sekedar mencari kepuasan sendiri namun seperti bisa membuat semuanya mati berdiri (seperti partai yang barusaja ketumnya mendadak mengajukan Pengunduran diri). (*)